Sebagai orang Jawa Timur, saya memang jarang bertandang ke kabupaten-kabupaten yang letaknya berada di pesisir utara pulau Jawa. Gresik salah satunya.
Terakhir kali saya mengunjungi Gresik adalah saat usia lima tahun. Masih anak TK. Dan, seperti kebanyakan anak pelupa lainnya, saya tak ingat daerah mana yang saya kunjungi kala itu.
Beruntungnya, saya punya seorang teman kuliah yang berasal dari kabupaten tersebut. Kita sebut namanya Farah. Dan ketika ada kesempatan untuk main ke rumahnya, saya langsung menganggukkan kepala.
Yup, akhirnya bisa main-main ke Gresik, nih.
Bertandang ke Gresik
Kesan pertama saya ketika tiba di Gresik adalah: panas.
Menurut saya, kota-kota di pesisir utara Jawa identik dengan panas yang membakar sampai ke kulit. Termasuk Surabaya dan tetangganya, Gresik.
Saya tiba di terminal Bunder Gresik dan langsung mencari tempat berteduh. Kebetulan sekali ada penjual es teh. Tentu tanpa pikir panjang saya langsung membelinya.
Rumah Farah berada di Kecamatan Dukun. Iya, namanya memang begitu. Di Gresik juga ada Kecamatan Duduk Sampeyan, yang artinya kalau dalam bahasa Jawa “bukan kamu”. Haha~
Saya naik bus kota dan sesuai arahan Farah, saya harus turun di pertigaan Dukun. Agar tak tersesat atau kelewatan, saya memantau lokasi saya dengan Google Maps.
Cara tersebut selalu saya pakai kalau sedang naik angkutan umum ataupun ojek di kota yang belum pernah saya kunjungi.
Ke mana aja sih di Gresik?
Setelah tiba dan dijemput oleh Farah, saya langsung diajak ke rumahnya. Selepas shalat dhuhur, saya dan Farah langsung cabut ke pantai Delegan.
Selain pantai, saya juga keliling ke sekitar pasar kecamatan dan pinggiran sungai Bengawan Solo. tapi kali ini saya cuma mau cerita bagian di pantainya saja.
Pantai-pantai di utara Jawa punya beberapa perbedaan dengan yang di selatan. Kalau di bagian utara, pantainya cenderung lebih tenang dan ombaknya tidak terlalu besar. Jadi, aman untuk berenang.
Tentunya untuk bocil wajib didampingi orang tua, ya.
Jujur, pantainya memang bagus. Dan lagi, pasirnya beneran putih. Kamera saya saja yang burik.
Tak banyak yang bisa diulas. Menikmati pantai dengan belaian angin sepoi-sepoi selalu jadi favorit saya. Tapi sekali lagi, panas banget! Hahaha~
Saya kemudian berpindah ke sisi lain dari pantai Delegan dan diundang teman-teman Farah untuk makan rujak. Pikir saya, tentu akan segar kalau siang-siang makan rujak.
Tapi pikiran itu hanya sampai saya melihat rujak yang dihidangkan.
Mencoba kuliner baru: rujak blonyo
Rujak blonyo menjadi kuliner baru yang cukup menantang adrenalin saya. Bagi yang belum tahu, blonyo merupakan sejenis cacing laut seperti teripang yang banyak ditemukan di pesisir pantai.
Saya sih, oke-oke saja dengan panganan laut. Tapi yang ini beda karena disajikan mentah dengan rujak sayur.
Suapan pertama, saya sungguh deg-degan. Gimana kalau nanti muntah? Apalagi ada teman-teman baru yang berbaik hati mengajak saya ikut makan. Saya jadi sungkan.
Tapi saat masuk ke mulut. Saya cukup kagum dengan diri saya, yang bisa menelan blonyo barusan. Ternyata rasanya tak seburuk itu. Hahaha~
Blonyo punya tekstur yang kenyal, empuk, dan licin. Rasanya nggak terlalu amis dan cenderung hambar. Namun jadi lebih berasa ketika disantap bersama bumbu rujak yang pedas gurih dan manis.
Tapi tetap saja, saya merasa kurang cocok dengan rujak blonyo ini. Meskipun rasanya bisa ditolerir, namun saya tak ingin makan lagi.
Saya pribadi memang tak terlalu suka dengan makanan mentah. Sushi sekalipun. Entah mengapa, kurang cocok di lidah.
Nah, kalau kamu sedang berada di Gresik dan ingin mencoba makanan baru, rujak blonyo bisa jadi opsi menarik buatmu. Selamat bertualang!
Comments